Name:
Location: Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Tuesday, May 30, 2006

Konsep Dasar P2KP

Apakah P2KP itu ?
P2KP adalah singkatan dari Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan. P2KP merupakan salah satu proyek nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan (urban). Pemerintah Indonesia selanjutnya menugaskan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman - Departemen Kimpraswil (sekarang Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum), sebagai pelaksana proyek (executing agency) dari P2KP.


Apakah yang melatar belakangi P2KP ?

Statistik kemiskinan dimasa krisis moneter dan ekonomi yang waktu itu melanda Indonesia menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin dan “nyaris miskin” relatif masih besar. Pada tahun 1996 sekitar 11 % penduduk Indonesia atau sejumlah kira-kira 22 Juta jiwa berada dalam situasi ”miskin” atau ”nyaris miskin”. Padahal pada tahun 1993 jumlah penduduk ”miskin” dan ”nyaris miskin” ini hanya sekitar 10% saja dari jumlah penduduk waktu itu. Di masa puncak krisis moneter dan ekonomi waktu itu (tahun 1998), sekitar 90 juta jiwa rakyat Indonesia berada dalam situasi “nyaris miskin” dan sekitar 25,5 juta jiwa atau sekitar 13% nya berada dalam situasi ”miskin”. Sensitivitas meningkat; laju penurunan jumlah penduduk miskin melambat, Gini Rasio melebar; terutama situasi ini terjadi di wilayah perkotaan.
Fakta kondisi nasional saat krisis moneter dan ekonomi (1998-1999), telah berdampak semakin memperburuk kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk pada umumnya. Sekitar 150 (50%) Daerah Tingkat II (kota/kabupaten) pada waktu itu dilaporkan juga terjadi kasus-kasus rawan gizi, angka pengangguran meningkat hingga 13,8 juta jiwa, dan semua ini sangat dirasakan dampaknya yang terjadi (terutama) diwilayah perkotaan.
Tidak hanya secara nasional saja persoalan ini terjadi, namun secara global (terutama wilayah Asia Pasifik) seperti dilaporkan oleh ILO: 1999, bahwa 2/3 penduduk dunia masih hidup di bawah garis kemiskinan; 53% nya tinggal di wilayah perdesaan dan39% nya tinggal di wilayah perkotaan.
Pada tingkat komunitas, persoalan kemiskinan tercermin dengan lahirnya budaya kemiskinan yang justru sering merusak kualitas manusia masyarakat miskin dan tata nilai dominan yang berlaku seperti; rendahnya etos kerja, berfikir pendek, dan fatalisme. Sayangnya didalam perkembangan situasi kemiskinan seperti itu tidak ada suatu gerakan bersama di tingkat komunitas untuk suatu program penanggulangan kemiskinan yang mampu memperluas prospek dan pilihan-pilihan mereka untuk tetap dapat hidup dan berkembang dimasa depan, khususnya bagi masyarakat miskin di perkotaan.
P2KP sebagai suatu ”proyek” merupakan suatu upaya pemerintah yang bermuara kepada ”program” penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan melalui strategi pemberdayaan (empowerment) sebagai investasi modal sosial (social capital) menuju pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Artinya ”proyek” yang diprakarsai pemerintah ini pada akhirnya diharapkan dapat menjadi ”program” penanggulangan kemiskinan yang tumbuh atas inisiatif dan prakarsa masyarakat sendiri, dan didukung oleh pemerintahnya maupun kelompok-kelompok peduli, organisasi-organisasi masyarakat sipil dan dunia usaha yang ada.
Sejak tahun 1999 - Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan dalam rangka menanggulangi kemiskinan struktural maupun upaya yang diakibatkan krisis ekonomi tahun 1997. P2KP dilaksanakan untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan, yang tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat akibat krisis ekonomi tetapi juga bersifat strategis, karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat yang menguat bagi perkembangan modal sosial masyarakat di masa mendatang.

Bagaimana cara pandang P2KP terhadap persoalan kemiskinan?
Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Secara kasat mata khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi masyarakatnya yang miskin adalah tidak memiliki prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman yang memadai, kualitas lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni.
Namun P2KP menyadari bahwa kemiskinan adalah persoalan struktural dan multi dimensional, yang mencakup politik, sosial, ekonomi, aset, dan lain-lain. Sehingga secara umum ‘Masyarakat Miskin’ sebagai suatu kondisi masyarakat yang berada dalam situasi kerentanan, ketidak-berdayaan, keterisolasian, dan ketidak mampuan untuk menyampaikan aspirasinya. Situasi ini menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal kehidupannya secara layak (manusiawi).

Gambar-1 : P2KP Sebagai Proses Pemberdayaan MasyarakatMenuju Masyarakat Madani





  • Mengingat persoalan yang struktural dan multi dimensi tersebut, maka upaya-upaya penanggulangan kemiskinan seharusnya diletakkan dan dipercayakan kepada masyarakat itu sendiri, dengan dukungan fasilitasi dari pemerintah maupun pihak swasta / dunia usaha dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Sehingga penanggulangan kemiskinan akan menjadi suatu gerakan masyarakat yang lebih menjamin potensi kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan tersebut, dibandingkan bila dilakukan hanya oleh pemerintah atau pihak di luar masyarakat.
    Pemerintah bersama masyarakat sebagai pelaku utama upaya penanggulangan kemiskinan, tentu saja dituntut kapasitas dan kapabilitas yang mendukung. Dalam hal inilah peran pemerintah, salah satunya melalui P2KP, berupaya untuk mendorong proses pengembangan atau pemberdayaan dan penguatan kapasitas masyarakat (community empowerment) agar mampu menanggulangi persoalan kemiskinan di wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat tersebut sesungguhnya sangat berkaitan erat dengan proses transformasi sosial di masyarakat miskin.
    Dalam cara pandang P2KP, kompleksitas kemiskinan yang menyangkut berbagai dimensi sosial, politik, ekonomi, dan asset; penanganannya harus dimulai dari aspek sosial kemanusiaannya secara mendasar. Akar persoalan kemiskinan yang tidak semata-mata persoalan ekonomi namun lebih pada persoalan ketidak-adilan, akibat runtuhnya nilai-nilai kemanusiaan dan diabaikannya prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik mejadi dasar pijakan P2KP untuk membangun sosial kapital dan memulai suatu perubahan sosial di masyarakat secara berkelanjutan.
    Penanganan masalah kemiskinan struktural dan multidimensi harus dimulai dari sisi aspek moral manusianya secara mendasar dan mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
    Berpijak pada paradigma tersebut, maka nilai-nilai yang menjiwai pelaksanaan P2KP adalah sbb:

    NILAI-NILAI UNIVERSAL KEMANUSIAAN, yakni : Dapat Dipercaya, Ikhlas/ Kerelawanan, Kejujuran, Keadilan, Kesetaraan dan Kebersamaan.
  • PRINSIP-PRINSIP UNIVERSAL KEMASYARAKATAN, yaitu: Demokrasi, Partisipasi, Transparansi, Akuntabilitas dan Desentralisasi.
  • PRINSIP TRI–DAYA, yang sebenarnya merupakan aktualisasi dari prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu: Perlindungan dan Kelestarian Lingkungan, Perlindungan dan Pembangunan Sosial serta Pengembangan Ekonomi.

Bagaimana Pendekatannya ?
P2KP menerapkan pendekatan Tri-daya melalui pengokohan kelembagaan masyarakat, sehingga nantinya diharapkan dapat tercipta wadah organisasi yang mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. Yang pada akhirnya upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Kelembagaan masyarakat yang bersifat lokal itulah (BKM) diharapkan menjadi motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan sebagai nilai utama yang melandasi aktitiftas penanggulangan kemiskinan di perkotaan.
Dalam pendekatan TRI-DAYA fokus program diarahkan untuk memberdayakan masyarakat (membangun manusianya), sehingga;

  • secara sosial akan membangun sosial kapital di masyarakat untuk mewujudkan komunitas yang efektif,
  • secara ekonomi mampu mewujudkan komunitas yang produktif, dan...
  • secara lingkungan, mampu menumbuhkan daya pembangunan di masyarakat untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, produktif dan lestari.

Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu mengembangkan asset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman mereka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan.

Apa Visi dan Misi P2KP ?

Visi P2KP : Terwujudnya masyarakat madani, yang berbudaya maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan permukiman sehat, produktif, dan lestari.

Misi P2KP : Mendampingi masyarakat perkotaan, khususnya masyarakat miskin untuk bekerja dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat, dengan cara membangun kapasitas dan menyediakan sumberdaya serta melembagakan budaya kemitraan antar pelaku pembangunan.

Apa Sasaran Proyek ini ?
Setidaknya ada 3(tiga) sasaran yang ingin dicapai dari misi P2KP ini, yaitu:


  1. Membangun / mengembangkan organisasi masyarakat warga yang aspiratif dan akuntabel memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin.
  2. Memdorong pemerintah daerah agar lebih mampu dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat miskin melalui penguatan kemitraan dengan masyarakat.
  3. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat miskin dalam hal akses pelayanan pendanaan, jaminan sosial, dan prasarana lingkungan permukiman.
Kondisi ini hanya dapat terwujud apabila proses-proses pemberdayaan masyarakat melalui berbagai intervensi atau input P2KP sebagai suatu proses transformasi sosial dari masyarakat miskin menuju masyarakat madani telah dilaksanakan secara konsisten dan tepat, sehingga mampu mendorong “gerakan masyarakat” dan “gerakan kemitraan” dalam penanggulangan kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan.

Siapa saja kelompok sasaran P2KP ?
Setidaknya ada 3(tiga) kelompok sasaran masyarakat yang ingin disentuh melalui P2KP, yaitu :


  1. Masyarakat kelurahan; Yaitu seluruh masyarakat kelurahan dengan penerima manfaat langsung adalah keluarga miskin (sesuai dengan rumusan kriteria kemiskinan setempat yang disepakati warga.)
  2. Pemerintah daerah; Yaitu perangkat pemerintahan dari tingkat kota/kabupaten, kecamatan hingga kelurahan
  3. Para pihak terkait lainnya; Yaitu seluruh pihak terkait di luar kelompok masyarakat kelurahan sasaran dan aparat pemerintahan daerah seperti: Perbankan, LSM, Perguruan Tinggi setempat, Lembaga-lembaga keuangan (misalnya: BRI) dll.

Bagaimana strategi proyek ini menanggulangi kemiskinan ?

Mendorong terjadinya proses Transformasi Sosial di Masyarakat
Sejalan dengan proses transformasi sosial dari masyarakat miskin menuju masyarakat madani, sebagai prasyarat kondisi terwujudnya gerakan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan, maka strategi dan pendekatan P2KP pun tidak dilakukan sekaligus, melainkan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kesiapan dari masyarakat itu sendiri.
P2KP menyadari, tidak ada satupun langkah yang paling tepat yang dapat menjamin terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat. Untuk itu, beberapa intervensi strategi dan pendekatan P2KP dilakukan secara proporsional untuk mendukung proses transformasi sosial di masyarakat, diantaranya berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Menumbuhkan kesadaran di masyarakat bahwa penyelesaian persoalan kemiskinan perlu dilakukan secara komprehensif, tidak hanya pada bantuan modal atau ‘kredit mikro’ saja. Upaya ini dilakukan melalui internalisasi nilai-nilai luhur kemanusiaan dan prinsip-prinsip kemasyarakatan serta pembangunan berkelanjutan. (Nilai-nilai dan prinsip pelaksanaan P2KP)
2. Penguatan kelembagaan masyarakat, melalui wadah BKM
3. Proses pembelajaran penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh dan proporsional melalui pembelajaran konsep TRIDAYA,
4. Pengakaran dan pengokohan kelembagaan masyarakat, termasuk kontrol sosial,
5. Membangun kemitraan sinergis antara masyarakat bersama pemerintah daerah yang didukung oleh dunia usaha, serta organisasi masyarakat sipil lainnya.
6. Mengakses sumber-sumber daya (channeling program) bagi penanggulangan kemiskinan setempat, khususnya di bidang tridaya,
7. Mendorong Self Governing Community melalui pengembangan kemampuan advokasi kelembagaan masyarakat itu sendiri dalam pelayanan publik dan neighbourhood development.

P2KP meyakini bahwa dengan ketujuh strategi dan pendekatan di atas pada akhirnya akan mampu mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat bersama pemerintah daerah yang didukung oleh dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Sehingga pengertian exit strategy penanggulangan kemiskinan di perkotaan dalam konteks P2KP adalah kondisi dimana ketujuh strategi dan pendekatan tersebut benar-benar telah dapat dicapai dan diimplementasikan oleh masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok-kelompok peduli setempat.


a. Transformasi dari Masyarakat Miskin Menuju Masyarakat Berdaya
Pembangunan Kelembagaan Lokal (Local Institutional Development); Secara umum dapat dikatakan bahwa pendekatan awal yang digunakan dalam pelaksanaan P2KP adalah penguatan kapasitas (pemberdayaan) masyarakat di level kelurahan melalui pembangunan dan penguatan kelembagaan komunitas (BKM) yang tumbuh dan berfungsi secara berakar dari dan oleh masyarakat itu sendiri, sebagai wahana dalam mengatasi berbagai persoalan dalam penanggulangan kemiskinan dimasyarakat, dan sebagai sarana tumbuhnya “gerakan masyarakat” dalam menanggulangi kemiskinan.
Kelembagaan masyarakat inilah yang didorong untuk dapat berperan sebagai motor penggerak dalam mendorong proses pembelajaran masyarakat untuk mampu mengimplementasikan dan melembakan nilai-nilai kemanusiaan serta prinsip kemasyarakatan (yang diterapkan dalam seluruh proses P2KP) sebagai pondasi dari proses pembangunan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Dalam konteks ini ditekankan, bahwa persoalan kemiskinan pada dasarnya harus dipahami sebagai persoalan struktual dan multidimensi. Patut disadari bahwa, persoalan kemiskinan struktural terjadi karena lunturnya nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai-nilai luhur kemasyarakatan. Sedangkan, persoalan kemiskinan multi dimensi diselesaikan dengan penangananan kegiatan secara menyeluruh, baik pada aspek sosial, lingkungan termasuk ekonomi dan prasarana (pembelajaran prinsip Tridaya).
Dengan demikian, titik beratnya dalam hal ini adalah bagaimana masyarakat di tingkat lokal dapat dilibatkan dalam setiap tahapan proses pelaksanaan. Selain itu, secara signifikan konsep “kerelawanan” sangat ditekankan sebagai landasan operasional bagi pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat.
Intervensi program P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat miskin menuju masyarakat berdaya, setidaknya terdiri dari empat hal:
1. Internalisasi dan Pemahaman secara utuh nilai-nilai luhur kemanusiaan serta prinsip kemasyarakatan yang kemudian dijadikan prinsip dan nilai dalam pelaksanaan P2KP serta konsep Tridaya,
2. Penguatan kelembagaan masyarakat (Community Institutional Capacity Building)
3. Pembelajaran Penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh (konsep Tridaya)
4. Penguatan Akuntabilitas dan Akseptibilitas Lembaga Masyarakat

b. Transformasi dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri
Kemitraan Sinergis Pemerintah bersama Masyarakat, yang didukung oleh swasta/ dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya, (Public, Private, and Community Partnership); Dari pengalaman berbagai program penanggulangan kemiskinan, diperoleh pembelajaran bahwa ternyata untuk dapat terjadinya suatu “gerakan bersama” dalam menanggulangi kemiskinan diperlukan pelibatan semua komponen didalam masyarakat dan tidak terkecuali peran pemerintah (pusat dan daerah), dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Guna mengarah pada terjadinya “gerakan bersama” dalam penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan upaya membangun dan meningkatkan kemitraan sinergis antara pemerintah daerah, dan masyarakat di tingkat lokal, yang didukung oleh dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Melalui Kemitraan sinergis ketiga pilar pembangunan lokal ini, diharapkan dapat terbangun proses pelembagaan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dengan masyarakat yang didukung oleh dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya, dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan berbagai program / proyek didaerah secara umum, dan khususnya dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan.
Di samping itu, kemitraan sinergis tersebut dapat memberi peluang bagi masyarakat untuk mampu mengakses dan memanfaatkan berbagai program-program atau sumber daya yang ada di luar P2KP yang dimiliki oleh pemerintah daerah, dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya.


Intervensi program P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri, setidaknya terdiri dari dua hal:
1. Program Kemitraan antara Pemerintah daerah dan Masyarakat (PAKET)
2. Membangun saluran (chanelling) masuknya dukungan program-program penanggulangan kemiskinan di bidang sosial (pendidikan, santunan, kesehatan, dll), program-program perbaikan /pembangunan sarana /prasarana lingkungan permukiman, dan program-program usaha ekonomi maupun keuangan mikro.

c. Transformasi dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani

1. Penyelenggaraan tata kepemerintahan yang peduli masyarakat miskin (Pro-poor Governance) Pada Level Kelurahan;
Diharapkan pada akhir masa pendampingan/pelaksanaan intervensi program masyarakat mandiri, BKM-BKM yang terbentuk sudah dapat beroperasi sesuai dengan visi dan misi P2KP yang diemban oleh BKM tersebut, yaitu BKM kemudian menjadi motor penggerak dinamika dimasyarakat yang beroperasi secara transparan, akuntabel serta mampu mengakomodasikan segenap aspirasi warga masyarakat kelurahan dalam persoalan penanggulangan kemiskinan. Harapan selanjutnya adalah melalui BKM tersebut masyarakat dapat mewujudkan terbangunnya tata laksana kepemerintahan dan kehidupan bermasyarakat kelurahan yang mendukung upaya penanggulangan kemiskinan (pro-poor governance at kelurahan level).
Disain Program yang akan disusun dalam upaya mendorong terbangunnya “pro-poor good governance” di kelurahan berbasis BKM akan mengarah pada terbangunnya perkuatan guna terjadinya kemitraan antara masyarakat, perangkat kelurahan/desa dengan pihak swasta guna menggalang kekuatan dalam penanggulangan kemiskinan secara bersama, dan terbangunnya kehidupan sosial masyarakat yang harmonis.


2. Penyelenggaraan Tata Pelayanan Kepemerintahan yang Peduli Masyarakat Miskin (Pro-poor Governance) Pada Level Kota;
Melalui mekanisme kemitraaan antara masyarakat yang di mediasi oleh BKM dan forum BKM dengan dinas-dinas di level Pemda melalui program PAKET, diharapkan terjadi proses pelembagaan di level pemda akan perlunya pemihakan terhadap uapaya-upaya penanggulangan kemiskinan yang terefleksikan dalam setiap program dan kebijakan yang dikeluarkan, dengan menggunakan sumber dana APBD, sesuai dengan semangat otonomi daerah dan desentralisasi yang berkembang saat ini.
Dengan berbasis pada pelembagaan semangat kemitraan antara masyarakat dengan pemda yang berlandaskan pada prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan pemihakan pada orang miskin, maka diharapkan akan terbangun kepercayaan yang akan dapat mendorong munculnya modal sosial, antara lain melalui keterlibatan peran swasta, dan kontribusi masyarakat yang akan dapat mendorong munculnya gerakan bersama dalam penanggulangan kemiskinan.

d. Hasil Akhir (Out-comes): Program Penanggulangan Kemiskinan dan Perbaikan Lingkungan Permukiman Kota yang berkelanjutan
Melalui proses pemberdayaan masyarakat dan pembangunan/penguatan kelembagaan masyarakat; serta peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam membangun kemitraan/kerjasama dengan masyarakat; yang dilanjutkan dengan proses pelembagaan prinsip-prinsip ‘good governance’ di level masyarakat, sektor swasta dan pemda; maka dapatlah diharapkan kesiapan keseluruhan masyarakat, sektor swasta dan aparat di level kota /kabupaten untuk dapat melaksanakan suatu program penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan dengan mewujudkan program pengembangan /pembangunan lingkungan permukiman berbasis kemandirian masyarakat , dimana BKM adalah sebagai motor penggeraknya.
Apa yang diharapkan adalah inisiasif dan partisipasi warga dalam membangun kegiatan-kegiatan bersama (collective actions) antara otoritas pemerintah dan warganya akan tumbuh subur, dan hal ini membangkitkan kepedulian untuk tanggung jawab pembangunan oleh masyarakat sipil serta keterlibatannya dalam perancangan kebijakan publik, terutama yang lebih berorientasi pada penanggulangan kemiskinan (pro-poor).
Dalam fase akhir ini, penanggulangan kemiskinan diharapkan telah menjadi suatu “Gerakan Masyarakat”. Karakteristik kepemerintahan di banyak kota/kabupaten secara nyata menerapkan prinsip-prinsip partisipasi, transparansi, disertai pengaturan administrasi dan prosedural yang efisien, sistim akuntabilitas (tanggung gugat), dan pengelolaan sumberdaya secara efektif.
Warga kota berpatisipasi aktif sejak tahap awal perencanaan dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program yang akan menyangkut lingkungan permukiman mereka (neighborhood). Pemerintah kota/kabupaten secara sadar melakukan investasi dalam pengembangan kelembagaan masyarakat dan terus mendukung keberlanjutan program-program perbaikan lingkungan permukiman.
Semua faktor ini memiliki dampak langsung pada kinerja kelembagaan dari pemerintahan lokal. Diyakini bahwa kinerja kelembagaan yang baik dapat memberi dampak manfaat pada partisipasi warga dan mengurangi korupsi. Disinilah sesungguhnya wujud keterkaitan erat antara “Local Good Governance” dan “Poverty Alleviation”.

Gambar-2 : P2KP Sebagai Pembangunan yang Berkelanjutan Melalui Proses Transformasi Sosial

Program Penanggulangan Kemiskinan dan Perbaikan Lingkungan Permukiman Kota yang berkelanjutan

  • Membuka akses masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan memperoleh manfaat dari pembangunan perkotaan (Participatory Development)
  • Meningkatkan kapasitas dari pelaku-pelaku lokal untuk mengelola pembangunan yang Pro-poor di wilayahnya, termasuk permukimannya (Partnership and Neigbourhood Development)
  • Dukungan pemerintah untuk memperkuat kebijakan dan kerangka pengaturan dalam pembangunan kota (Local Good Governance)

  • Pro-poor Governance at City level
    Pro-poor Governance at Kelurahan level
    Public, Private, and Community Partnership
    Local Institutional Development


    § Menerapkan intervensi P2KP sebagai proses pembelajaran masyarakat

    Dalam masa pendampingan P2KP dapat diterjemahkan sebagai masa pembangunan atau pembelajaran bagi masyarakat dan BKM. Pada fase ini masyarakat kelurahan (terutama masyarakat miskin) didampingi untuk membangun atau mengukuhkan organisasi masyarakat warga, dengan lembaga kepemimpinan kolektifnya (BKM) yang representatif dan akuntabel yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan serta memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal; terutama dalam upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.
    Sebagai suatu pembangunan sosial kapital di masyarakat, setiap intervensi yang dilakukan sesungguhnya merupakan suatu rangkaian dari tahapan proses pembelajaran. Perlu diakui bahwa dalam pelaksanaan P2KP I tahap 1 sejauh ini, persoalan keterbatasan waktu dan sumberdaya telah menyebabkan sekuensial dari tahapan intervensi ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan secara sempurna.

    Setidaknya terdapat 7 (tujuh) tahapan intervensi dengan berbagai kegiatannya yang perlu dilakukan oleh pemerintah (pusat/daerah) melalui P2KP sebagai suatu proses transformasi sosial di masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan, yaitu :

  • 1. Intervensi program P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat miskin menuju masyarakat berdaya, setidaknya terdiri dari empat hal:
    1) Internalisasi dan Pemahaman secara utuh nilai-nilai luhur kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai dan prinsip P2KP) serta konsep Tridaya,
    2) Penguatan kelembagaan masyarakat (Community Institutional Capacity Building)
    3) Pembelajaran Penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh (konsep Tridaya)
    4) Penguatan Akuntabilitas dan Akseptibilitas Lembaga Masyarakat

  • 2. Intervensi program P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri, setidaknya terdiri dari dua hal:
    1) Program Kemitraan antara Pemerintah daerah dan Masyarakat (PAKET)
    2) Penyaluran (Chanelling) program-program di bidang sosial (pendidikan, santunan, kesehatan,dll), program perbaikan/pembangunan sarana/prasarana lingkungan permukiman, dan program usaha ekonomi maupun keuangan mikro.

  • 3. Intervensi program P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat madani, melalui upaya:
    1) Mempercepat terwujudnya Masyarakat Madani yang mampu mengatur kehidupan bermasyarakatnya melalui suatu sistem sosial yang dikembangkannya (Self Governing Community). Upaya ini dilakukan melalui intervensi pengembangan kemampuan advokasi kelembagaan masyarakat itu sendiri dalam pelayanan publik maupun penataan lingkungan permukiman terpadu (neighbourhood development).
  • Dengan demikian, sesungguhnya terdapat tiga level (tingkatan) intervensi P2KP yang dilakukan kepada masyarakat sasaran.
    § Pertama, adalah pada tingkatan masyarakat (individu dan kelompok) melalui proses membangun kesadaran kritis, penggalian dan penguatan potensi diri;
    § Kedua, adalah pada level masyarakat kelurahan (komunitas) melalui pengembangan sosial kapital, penguatan kelembagaan masyarakat, dan pembelajaran aspek Tri-daya;
    § Ketiga, adalah pada level masyarakat kota dengan membangun kemitraan bersama pemda, membangun jaringan sumberdaya bersama stakeholders lainnya serta memperkuat peran dan fungsi KPK-Kota/Kabupaten.


    Gambar- 3 : Tahapan Intervensi Pemerintah (pusat/daerah) Melalui P2KP


  • Bagaimana Strategy Pendampingannya ?
    Strategi pendampingan masyarakat dalam proses tranfomasi sosial menuju pembangunan berkelanjutan (sustainable development) diterapkan melalui 3(tiga) fase pendampingan:

  • § Pada fase pertama (basic), strateginya dimulai melalui 4(empat) pilar; yaitu:
    1. Pemberdayaan masyarakat (community emporwerment)
    2. Pengembangan kapasitas dan asset masyarakat miskin
    3. Pembangunan organisasi masyarakat
    4. Pengembangan partisipasi masyarakat
    Melalui proses ‘community empowerment’ terjadi proses pembelajaran masyarakat untuk mengorganisir diri dalam rangka meningkatkan kemampuan dan sumber daya (asset) masyarakat miskin serta pembelajaran dalam rangka mendorong tumbuh kembangnya proses partisipasi masyarakat. Pembelajaran masyarakat yang dilakukan melalui upaya-upaya membuka peluang /kesempatan partisipasi masyarakat dimaksudkan agar masyakat miskin semakin mampu untuk mengekspresikan berbagai aspirasi dan kepentingan-kepentingannya yang menyangkut kehidupan mereka.

  • § Pada fase ke-dua (intermediate) strategi lanjutnya dilakukan melalui 3(tiga) pilar; yaitu:
    1. Penguatan kelembagaan di tingkat lokal (BKM)
    2. Penerapan nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip ‘Good Governance’.
    3. Membangun jaringan dan kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah, dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
    Penguatan kelembagaan di masyarakat melalui Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dilakukan sebagai suatu strategi untuk terus menerus mensosialisasikan (melembagakan dan menerapkan) tata pengaturan bermasyarakat yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan maupun prinsip-prinsip ‘good governance’.
    Pembangunan institusi/kelembagaan lokal di masyarakat ini merupakan investasi untuk memperkuat ikatan sosial dan menjalin hubungan (relasi) diantara mereka. Modal kelembagaan lokal yang kuat dan mengakar ini diharapkan mampu menjadi motor penggerak partisipasi masyarakat dalam pembangunan, khususnya dalam berbagai upaya penanggulangan kemiskinan di masyarakat.

  • § Pada fase ke-tiga (advance), upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di perkotaan strategi lanjutnya dilakukan melalui 2(dua) pilar; yaitu:
    1. Mempercepat terjadinya penyelenggaraan pelayanan publik yang baik di tingkat lokal, terutama bagi masyarakat miskin / rentan. (pro-poor governance).
    2. Perbaikan/pembangunan Lingkungan Permukiman, khususnya yang memberi manfaat bagi masyarakat miskin (neigborhood development).
    Didalam fase ini, masyarakat diharapkan sudah mampu mengorganisasikan aspirasi dan berbagai kepentingannya melalui mekanisme perencanaan partisipatif, kemudian didukung untuk dapat menyelenggarakan berbagai program perbaikan /pembangunan lingkungan permukimannya yang lebih berpihak pada masyarakat miskin, (Pro Poor Neighborhood development).
    BKM sebagai institusi masyarakat kemudian dapat melakukan pula fungsi-fungsi fasilitasi, intermediary, dan advokasi. Terutama bagi terciptanya percepatan penyelenggaraan pelayanan publik di tingkat lokal yang lebih baik, serta melembaganya penanganan pelayanan publik yang lebih peduli pada masyarakat miskin (Pro Poor Good Governance).
  • Apabila ketiga fase pendampingan tersebut telah dilalui maka akhirnya diharapkan dapat dicapai suatu kondisi tatanan masyarakat yang mampu untuk mengelola dan menyelenggarakan pembangunan social-ekonomi masyarakatnya, serta secara swadaya mampu mengelola pembangunan lingkungan permukiman mereka dengan harmonis, (self governing community). Kondisi ini dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana masyarakat telah mampu mandiri mengatur sistim sosial dan menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat secara baik.
    Dalam lingkungan permukiman dengan tatanan masyarakat seperti ini (masyarakat madani), maka penanggulangan kemiskinan dapat lebih diyakini akan terus menjadi proses pembangunan yang berkelanjutan. (sustainable development). Inilah visi kedepan dari suatu upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui proses transformasi sosial dari masyarakat miskin menuju masyarakat madani yang dijalankan melalui P2KP.


    Gambar-4 : Strategi Pendampingan Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan


    Apa saja komponen proyeknya ?
  • Setidaknya ada 4 (empat) komponen utama proyek yang akan dilaksanakan, yaitu :
    1. Bantuan Teknis Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kapasitas pemerintah daerah; merupakan serangkaian kegiatan pelatihan, proses-proses pembelajaran, dan penggalian pengalaman, serta sejumlah lokakarya/rembuk masyarakat yang sesungguhnya ditujukan untuk membangun kesadaran kritis, kepedulian (awareness), dan memotivasi para pelaku P2KP untuk menjalankan perubahan-perubahan sosial di masyarakat yang dimulai dengan dirinya atau lingkungan kerjanya.
    2. Penyediaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); merupakan bantuan proyek sebagai sarana pembelajaran warga yang secara bebas dapat digunakan oleh masyarakat kelurahan sasaran sesuai dengan hasil pemetaan swadaya dan rumusan kegiatan yang dicantumkan dalam PJM Pronangkis (Program Jangka Menengah-Penanggulangan Kemiskinan).
    3. Penyediaan Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET); merupakan stimulan untuk meningkatnya kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah daerah, sehingga terjadi pembelajaran dalam penyelenggaraan pembangunan yang dilaksanakan secara lebih terarah dengan mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dan pemda serta dilaksanakan secara transparan, efektif dan akuntabel.
    4. Dana Dukungan “Pembangunan Lingkungan Permukiman Kelurahan Terpadu”; merupakan suatu dukungan bagi BKM yang sudah mencapai kualifikasi kinerja “mandiri” agar dapat lebih berdaya dalam mengakomodasikan berbagai inisiatif dan aspirasi dari masyarakat dalam upaya terwujudnya tata kehidupan yang lebih baik dan harmonis. Pemanfaatannya untuk membiayai berbagai kegiatan masyarakat selama proses perencanaan pembangunan lingkungan permukiman kelurahan secara terpadu (masterplan kelurahan) yang disepakati bersama dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan pelayanan publik yang baik, dan peduli masyarakat miskin (pro-poor good governance).

    Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan P2KP ?
    Langkah-langkah kegiatan atau proses yang dilaksanakan P2KP mencakup :
    1. Sosialisasi awal, melalui serangkaian diseminasi, lokakarya, dan membangun kesadaran (kepedulian) dari semua pelaku kunci (pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil / para pihak terkait).
    2. Serangkaian Rembuk Kesiapan Masyarakat, dan Refleksi Kemiskinan, untuk membangun kesadaran kritis dan tanggung jawab sosial, serta menumbuh kembangkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip tata pengaturan / kepemerintahan yang baik.
    3. Kegiatan Pemetaan Swadaya, untuk mengenal, memahami, dan menggali persoalan kemiskinan yang ada di sekitar lingkungan wilayahnya.
    4. Membangun organisasi dan kelembagaan masyarakat (BKM) dengan pembelajaran warga mengenai kepemimpinan yang berbasis nilai, aspiratif, dan akuntabel.
    5. Perencanaan Partisipatif melalui sejumlah rembuk warga, dan penyusunan PJM Pronangkis di tingkat kelurahan.
    6. Pembelajaran Prinsip Tri-Daya (Sosial-Ekonomi-Lingkungan), melalui pemanfaatan dana BLM, merencanakan, dan mengelola keberlanjutannya melalui Unit pengelola keuangan (UPK). Pemanfaatan dana BLM ini dapat berupa santunan sosial, pinjaman bergulir untuk pengembangan usaha mikro, dan pembangunan /perbaikan untuk prasarana dasar lingkungan permukiman.
    7. Membangun transparansi, akuntabilitas publik lembaga masyarakat (BKM/UPK) dan mengembangkan kontrol sosial di masyarakat.
    8. Mengembangkan kemitraan antara masyarakat (BKM) dan instansi (dinas) pemerintah daerah untuk merencanakan dan mengelola kegiatan pembangunan secara bersama.
    9. Membangun jaringan dan kerjasama dukungan sumberdaya untuk penyaluran (channeling) berbagai kebutuhan program di masyarakat, seperti : pengembangan kapasitas (pelatihan); informasi pasar; dan menggalang / mobilisasi sumber-sumber kapital; baik dengan pemerintah daerah, berbagai organisasi masyarakat sipil (LSM, perguruan tinggi, asosiasi profesi), maupun dunia usaha (perbankan, misalnya).
    10. Memberikan insentif program ”Neighbourhood Development” bagi BKM-BKM yang berkualifikasi “Mandiri” untuk melaksanakan (uji-coba swakelola) pembangunan lingkungan permukiman kelurahan terpadu (Neigbourhood Development) dengan menerapkan / mengembangkan prinsip-prinsip good governance, terutama yang menyangkut efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik di tingkat kelurahan.

Esensi Konsep Dasar pada setiap Tahapan Siklus lebih detil dapat dilihat disini:

http://siklusp2kp.blogspot.com/

  • Bagaimana P2KP diorganisasikan ?

    Tim Pengarah Inter Departemen
    Tim Pelaksana Inter Departemen
    Tim Kelompok Kerja Nasional
    Dirjen Perkim
    Kepala PMU-P2KP
    Pimpro-P2KP Pusat
    K M P
    K M W
    Koord Kota
    Tim Fasilitator

    Relawan /Kader
    Bappeda Kota/Kab
    Kepala Dinas PU/ Kimpraswil / Perumahan Kota/Kab

    K M W
    K M W
    Bappeda Provinsi
    Kepala Dinas PU/ Kimpraswil / Perumahan Provinsi
    Pimpro P2P Provinsi
    KPK Provinsi
    KPK Kota/Kab
    PJOK Kecamatan
    Lurah

    BKM

    KSM
    Forum BKM

4 Comments:

Blogger Unknown said...

konsep yang hebat, perlu dipelajari dan di berikan pada para rw / rt sbg pembekalan

8:27 AM  
Blogger suherman said...

Maaf cuma mau tanya, kalo bulan Juli tahun2011 ini (mestinya ada data) berapa yang berhasil, untuk bulan yang sama tahun 2012 berapa pertumbuhannya, maaf jangan diramal-diprediksi, tapi pakai rumus apa?
Apa bisa transparan, berapa uang negara yang telah dikeluarkan dan output nya (mestinya ada data) bagaimana? Puaskah P2KP?

12:18 AM  
Blogger Unknown said...

Konsep sangat bagus. Semoga kami selaku Pelaku di lapangan dapat melaksanakannya.
Maklum aja, kami semua adalah orang-orang yang baru berkecimpung disini.
Silahkan kunjungi blog :
BKM Kenanga

6:02 AM  
Blogger vansaloabeles said...

A History of the Chinese (Tiunals) - Titanium Athletics
an extensive history of Chinese culture in titanium dioxide the U.S. including the opening sunscreen with zinc oxide and titanium dioxide of the Golden mens titanium braclets Gate titanium bracelet Golf titanium hair trimmer as seen on tv Course, and its subsequent expansion, in 2002,

8:58 AM  

Post a Comment

<< Home